09 April 2007

Banjir dan Musibah


BANJIR DAN RENTETAN MUSIBAH:

SEGERALAH KEMBALI PADA SYARIAH!

Pemandangan memilukan dan mengiris-iris hati akibat banjir dalam sepekan terakhir ini masih menghiasai media massa cetak maupun elektronik. Kematian, kelaparan akibat kurangnya pasokan bahan makanan, kedinginan, dan munculnya sejumlah penyakit yang diderita sebagian saudara-saudara kita hanyalah gejala ikutan akibat musibah banjir yang melanda Ibukota dan beberapa wilayah di sekitarnya.

Hingga Senin (5/2) di Jakarta sudah ada 29 orang meninggal. Diperkirakan korban meninggal akan terus bertambah. Duabelas ribuan korban banjir lainnya mengeluh karena gangguan persendian, diare, penyakit kulit dan infeksi saluran pernapasan. Lebih dari 200 ribu korban banjir lainnya mengungsi. Sementara itu, kerugian harta para korban karena hilang atau rusak tidak terhitung. Di samping itu, Jakarta nyaris 'lumpuh'. Akibat banjir, lebih dari 33 ribu PNS di DKI absen masuk kantor. Gejala yang sama juga terjadi di kantor-kantor swasta. Lebih dari 40 persen siswa juga diliburkan alias tidak masuk sekolah. Lebih dari 2000 gardu listrik di Jakarta milik PLN dipadamkan. (Republika, 6/2/2007). Akibat banjir, Jakarta juga kekurangan pasokan air bersih akibat terhentinya aliran air dari perusahaan penyedia air. Dua operator perusahaan air, PT Thames PAM Jaya (TPJ) dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja), hanya bisa melayani 30 persen pelanggan (Media Indonesia Online, 4/2/2007). Padahal, kebutuhan warga akan air bersih saat banjir jelas meningkat. Meski tidak separah di Jakarta, banjir juga melanda beberapa kota di sekitar Jakarta seperti Bekasi, Depok, Bogor.

Tidak Pernah Mau Mengambil Pelajaran

"Tidak pernah mau belajar!" Mungkin, itulah kalimat yang pantas ditujukan kepada bangsa ini, terutama kepada para penguasanya. Bagaimana tidak?! Musibah demi musibah dan bencana demi bencana sudah kenyang kita rasakan, paling tidak sepanjang tahun lalu hingga hari ini. Berbeda dengan peristiwa tsunami dan gempa beberapa waktu lalu yang juga menimpa bangsa ini (yang memang merupakan fenomena alam), semua musibah dari mulai tanah longsor, kebakaran hutan, banjir, meluapnya lumpur panas Lapindo hingga kecelakaan alat transportasi di darat, laut dan udara jelas lebih merupakan peringatan sekaligus pelajaran bagi bangsa ini, khususnya para penguasanya. Seharusnya semua pihak melakukan instrospeksi (muhâsabah): Mengapa semua musibah/bencana ini terjadi? Apanya yang salah?

Paling tidak, ada dua sebab mengapa berbagai musibah seperti banjir ini terjadi terus secara berulang, hampir setiap tahun. Pertama: sebab teknis. Dalam kasus banjir di Ibukota dan beberapa kota besar lainnya, faktor ini lebih terkait dengan kurang seriusnya Pemerintah melakukan perencanaan tatakota yang memungkinkan banjir bisa dicegah.

Kedua: sebab non-teknis. Jika dicermati, kurangnya perencanaan ini lebih disebabkan oleh faktor non-teknis alias menyangkut kebijakan, yakni karena Pemerintah lebih mengedepankan unsur bisnis ketimbang memikirkan kemaslahatan umum dalam pengelolaan kota. Secara sekular dan brutal, para pelaku ekonomi yang berkongkalingkong dengan pengambil kebijakan memperdaya lahan melalui eksploitasi dan komersialisasi. Pengembangan perumahan mewah, restoran, hotel, supermarket dengan bangunan beton di atas zona produksi, resapan dan lindung yang terus meluas merupakan mode untuk memenuhi kepentingan individu dengan mengorbankan kepentingan rakyat. (Gatot Irianto, Kompas, 5/2). Semua itu sering diikuti dengan penutupan lahan oleh semen dan aspal yang kian tak terkendali serta pengurangan ruang hijau terbuka yang makin menjadi-jadi, yang antara lain mengakibatkan tanah tidak dapat meresap air. Saat ini, di Jakarta resapan air berkurang 50% dalam 10 tahun terakhir. (Eramuslim.com, 06/02/2007). Sementara itu, dalam kasus banjir di sejumlah daerah, termasuk banjir bandang di Luar Jawa beberapa waktu lalu, tidak lain adalah akibat penebangan hutan, termasuk hutan lindung, secara brutal. Ironisnya, penggundulan hutan itu, di samping karena illegal logging, sebagian dilegalkan oleh Pemerintah melalui pemberian izin HPH kepada pihak swasta.

Saatnya untuk Kembali

Jika kita renungkan, berbagai musibah di atas—di luar fenomena alam seperti tsunami dan gempa bumi—lebih merupakan teguran/peringatan ketimbang cobaan/ujian bagi seluruh komponen bangsa ini, khususnya para penguasanya, Mengapa? Sebab, cobaan/ujian lebih ditujukan kepada orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Dengan itu, Allah SWT ingin menguji sejauhmana kesabaran mereka. Dalam hal ini, Allah SWT berfiman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ اْلأَمْوَالِ وَاْلأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ(155)الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا ِللهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

Sungguh, Kami akan menguji kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innâ lillâhi wa innâ ilayhi râji‘ûn." (QS al-Baqarah [2]: 155-156).

Sebaliknya, kebanyakan kita hari ini justru tidak beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Kebanyakan kita saat ini malah menyimpang dari—bahkan meninggalkan dan mencampakkan—syariah-Nya. Pemerintah, misalnya, tidak pernah mau mempedulikan aturan-aturan (syariah) Islam. Contohnya adalah syariah Islam dalam pengelolaan SDA seperti hutan. Menurut hukum Islam, hutan adalah milik umat yang harus dikelola oleh negara untuk kemaslahatan mereka. Hutan haram dikuasai oleh individu/swasta. Dalam hal ini, Rasulullah saw. bersabda:

«اَلمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءٌ فِي ثَلاَثٍ: فِيْ الْمَاءِ وَالْكَلأَِ وَ النَّارِ»

Kaum Muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) atas tiga perkara: air, hutan dan energi. (HR. Ibnu Majah).

Namun faktanya, hutan diserahkan begitu saja oleh Pemerintah kepada pihak swasta lewat pemberian izin HPH (Hak Pengelolaan Hutan). Akibatnya, hutan Indonesia sebagiannya telah musnah. Saat ini, dari 115 juta hektar hutan yang pernah ada di Indonesia, lebih dari 64 juta hektar (55 persen) telah hilang hanya dalam kurun waktu 50 tahun. Akibatnya banjir dan tanah longsor meluas di mana-mana, karena tidak kuasa menahan beban air saat hujan. Wajar jika banjir, yang sebelumnya hanya 'milik' Jakarta dan beberapa kota besar lainnya, kini mulai merambah daerah-daerah di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi dan beberapa daerah lainnya yang selama ini justru dikenal sebagai kawasan hutan yang sangat luas dan lebat. Semua itu tidak lain merupakan teguran/peringatan dari Allah SWT agar kita kembali ke pangkuan syariah-Nya. Allah SWT berfirman:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Telah tampak kerusakan di daratan dan di lautan disebabkan ulah manusia supaya Allah menimpakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS ar-Rum [30]: 41).

Khatimah

Jelas sudah kembali kepada Allah, yakni kembali pada seluruh aturan (syariah)-Nya saat ini tidak bisa ditawar-tawar lagi. Seluruh komponen bangsa ini harus segera melakukan semacam "pertobatan nasional" dengan tobat yang sebenar-benarnya. Tobat yang sebenarnya (tawbatan nashûha) tentu saja adalah dengan meninggalkan semua dosa/kemaksiatan yang selama ini pernah dilakukan, yaitu berupa pengabaikan terhadap hukum-hukum Allah SWT, untuk kemudian dengan sungguh-sungguh menerapkan dan melaksanakan secara total syariah-Nya. Penerapan dan pelaksanaan seluruh syariah Alllah SWT tentu merupakan bukti nyata keimanan dan takwaan kita kepada-Nya. Jika kita benar-benar beriman dan bertakwa kepada Allah, Dia pasti akan memberi kita berkah dari langit dan bumi, sebagaimana firman-Nya:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jika penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu sehingga Kami mengazab mereka karena perbuatannya. (QS al-A‘raf [7]: 96). []


Komentar al-islam:
Jalan Tol Rugi Dua Milyar Akibat Banjir
(Eramuslim.com, 6/2/2007).
Yang pasti, kerugian masyarakat pasti jauh lebih besar lagi. Pemerintah sebagai pengurus rakyat harus bertanggung jawab, terutama di hadapan Allah SWT kelak!

No comments: