13 April 2007

Memaknai Zikir

Al Islam Edisi 346

MEMAKNAI ZIKIR

Indonesia menangis. Inilah mungkin ungkapan yang tepat untuk menggambarkan kondisi Indonesia saat ini. Berbagai musibah silih berganti bak arisan. Belum lama banjir mengurung Ibukota Jakarta, sekarang banjir telah melanda daerah-daerah; ditambah dengan tanah longsor dan gempa bumi. Jeritan pilu pun seolah tak pernah henti. Belum lama KM Senopati tenggelam, bersamaan dengan "raib"-nya pesawat Adam Air, tiba-tiba kita dikejutkan lagi dengan terbakarnya Pesawat Garuda di Yogya.

Bangsa ini harus bertobat. Itulah solusi yang tepat untuk keluar dari penderitaan yang senantiasa mendera bangsa ini. Boleh jadi banyak ucapan dan tindakan kita selama ini yang ’tidak terkendali’ alias sering menyimpang. Karena itu, upaya "pertobatan nasional" yang dimulai dari Masjid Istiqlal, Jumat (9/3) lalu adalah langkah positif, yang bukan saja perlu tetapi wajib dilakukan.

Menteri Agama, sesaat setelah menutup Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Departemen Agama 2007 di Jakarta, Ahad (11/3) lalu, juga menyatakan bahwa zikir dan doa yang akan dimulai Jumat mendatang itu merupakan bentuk introspeksi dalam menyikapi musibah yang silih berganti mendera bangsa ini. "Bila selama ini kita berperilaku kurang baik, mulailah untuk berperilaku lebih baik," ujar Maftuh.

Instruksi untuk melakukan zikir nasional tersebut juga disampaikan Menag kepada para kepala kantor wilayah Departemen Agama di setiap provinsi (Republika, 12/3/2007). Seruan zikir dan doa ini tentu saja merupakan hal yang baik, namun pertanyaannya adalah apakah zikir dan doa itu hanya sebatas gerakan lisan?

Memaknai Zikir

Zikir adalah tindakan untuk mengingat Allah. Allah SWT telah menyeru setiap manusia untuk senantiasa berzikir kepada-Nya:

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ

Karena itu, ingatlah kalian selalu kepada-Ku, niscaya Aku akan selalu mengingat kalian. (QS al-Baqarah [2]: 152).

Allah SWT telah memerintahkan kita untuk berzikir kepada-Nya dalam setiap waktu (pagi, siang dan malam) dan kesempatan (dalam keadaan lapang maupun sempit). Allah SWT berfirman:

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ

Sebutlah (nama) Tuhanmu di dalam dirimu dengan merendahkan diri dan rasa takut serta dengan tidak mengeraskan suara di waktu pagi dan petang. Janganlah kalian termasuk orang-orang yang lalai. (QS al-A‘raf [7]: 205).

Zikir bukan hanya dengan membaca kalimat thayyibah dengan jumlah tertentu, sebagaimana yang dipahami secara keliru oleh masyarakat pada umumnya. Dalam kitab Ad-Dâkhirah, al-Qurafi menjelaskan bahwa zikir ada dua macam. Pertama: zikir dengan lisan. Zikir ini sangat baik jika sering dilakukan. Kedua: zikir dengan tindakan. Zikir ini dilakukan dengan selalu melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dalam seluruh perbuatan.
Dengan demikian, zikir yang sempurna adalah tatkala kita melafalkan dalam setiap waktu dan kesempatan kalimat-kalimat thayyibah (baik) dalam rangka mengingat Allah disertai dengan kesadaran dan ketaatan yang penuh kepada-Nya dalam seluruh amal perbuatan kita. Dengan kata lain, kita senantiasa berusaha melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi seluruh larangan-Nya.

Gerakan Zikir: Gerakan Kembali pada Syariah-Nya

Dengan demikian, sejatinya gerakan zikir nasional, sebagaimana yang disampaikan oleh Menteri Agama, bukan hanya gerakan seluruh komponen bangsa ini—tak terkecuali para pemimpin negeri ini—untuk berzikir dan berdoa secara lisan saja. Karena itu belum cukup. Gerakan zikir nasional ini juga selayaknya diartikan sebagai gerakan seluruh komponen bangsa ini untuk kembali mengingat Allah dengan bersegera melaksanakan seluruh syariah-Nya. Allah SWT telah menjelaskan agar kita berdoa kepada-Nya disertai dengan memenuhi seruan-Nya, terikat dengan syariah-Nya dan mengikuti Rasul-Nya. Allah SWT berfirman:

فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

Hendaklah kalian memenuhi seruan-Ku dan berimanlah kepada-Ku agar kalian mendapat petunjuk. (QS al-Baqarah [2]: 186).

Hal ini juga telah dijelaskan oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya:

«يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ...فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ»

Ia menengadahkan tangannya ke langit (berdoa kepada Allah), "Tuhanku, Tuhanku!" Padahal makanan, minuman, dan pakaiannya dari barang yang haram...Lalu bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan?! (HR Muslim).

Dengan demikian, gerakan zikir jangan berhenti pada zikir lisan semata. Sebab, pada kenyataannya masyarakat kita adalah masyarakat relijius yang—kita yakin—bahwa di setiap habis shalat, walau hanya sebentar, mereka telah mengucapkan kalimat thayyibah dalam rangka berzikir kepada Allah. Namun, kita sangat yakin bahwa masyarakat saat ini telah lupa, bahkan mungkin melupakan diri, untuk menjalankan zikir yang kedua, yakni zikir dalam tindakan dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Menjalankan perintah dan larangan-Nya tidak ada pengertian lain kecuali menjalankan dan menerapkan syariah-Nya secara total dalam seluruh aspek kehidupan.

Karena itu, kita bisa mengerti, mengapa Allah senantiasa ’menegur’ bangsa ini lewat berbagai macam bencana yang ada. Bukannya kita kurang dalam melantungkan zikir kita, namun lebih disebabkan karena kita sangat kurang bahkan sama sekali tidak berzikir dalam artian menjalankan seluruh syariah-Nya.

Tatkala hutan-hutan Indonesia ’diswastanisasi’ pengelolaannya, akan banyak kita jumpai hutan-hutan menjadi gundul akibat ketamakan para cukong. Jelas ini adalah kebijakan keliru. Kebijakan ini tidak sesuai dengan syariah Islam yang menegaskan bahwa pengelolaan hutan harus oleh negara untuk kemakmuran rakyat, bukan oleh swasta. Demikian pula dengan barang tambang, baik minyak, batu bara, emas, dll. Tatkala semua itu telah diswastanisasi bahkan diserahkan kepada pihak asing, maka tidak aneh jika bukan hanya kerugian secara material saja yang diderita oleh bangsa ini, namun secara politis juga kita tunduk dan bertekuk lutut pada asing. Jelas ini tidak sesuai dengan syariah Islam yang mengatur bahwa barang tambang dalam skala besar harus dikelola oleh negara demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan sebesar-besarnya bagi kemakmuran asing dan para kompradornya.

Demikian juga tatkala menjalankan roda pemerintahan dalam melayani urusan rakyat. Negara dilarang oleh Islam mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang justru menyengsarakan rakyat seperti menaikkan BBM dengan berlipat-lipat, membiarkan pornografi dan pornoaksi merajalela, menjalankan privatisasi BUMN-BUMN strategis, melakukan utang luar negeri yang ’menjual’ kedaulatan negeri ini, melakukan hubungan luar negeri dengan negara yang secara jelas memusuhi dan membunuhi umat Islam, mengekor pada kebijakan AS, memata-matai dan mengintimidasi rakyatnya dengan dalih terorisme sebagai wujud pelaksanaan order dari pihak asing, pemberantasan korupsi yang tebang pilih dan masih banyak lagi lainnya. Semua adalah ’akar’ mengapa Allah SWT senantiasa ’menegur’ kita. Kita masih kurang dalam menjalankan zikir dalam tindakan, yakni dalam menjalankan seluruh perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya.

Wahai Kaum Muslim:

Sungguh, Allah SWT masih sangat menyayangi kita. Terbukti, kita masih sering ’ditegur’ oleh Allah. Kita bisa membayangkan, bagaimana jika Allah telah ’murka’. Bisa jadi kita semua sudah ’musnah’ sebagaimana kaum Nabi Nuh saw. musnah karena durhaka pada Allah. Demikian juga kaum Nabi Luth; mereka dibinasakan karena banyak melanggar aturan Allah. Mereka semua tidak ’sempat’ bertobat dan memperbaiki diri lagi. Bersyukurlah kita. Kita oleh Allah ’hanya ditegur’ semata. Kita masih bisa bertobat dan memperbaiki diri.
Karena itu, marilah sejak detik ini kita bertobat kepada Allah atas segala khilaf dan kesalahan kita, dengan bersegera untuk melaksanakan syariat-Nya secara kaffah. Hanya dengan itulah, Allah akan membukakan berkah dari langit dan bumi untuk seluruh hamba-Nya. Allah berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى ءَامَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Q.s. al-A'raf [07]: 96).

Masihkah kita akan menyia-nyiakan kesempatan ini, sampai Allah menurunkan adzab-Nya? Na'udzu billah! []

KOMENTAR:
Cendekiawan Muslim Nilai Bin Ladin Lebih Berbahaya dari Salman Rusdi (Eramuslim.com, 13/7/2007).

Akan lebih baik jika cendekiawan Muslim berkata, "Negara-negara imperialis Barat, terutama AS, adalah ancaman paling berbahaya bagi dunia saat ini!"

No comments: